Selasa, 15 Februari 2011

Krisis Ekonomi yang Melumpuhkan Berbagai Sektor Ekonomi

 Pendahuluan

Dalam ekonomi, krisis adalah istilah lama dalam teori siklus bisnis, merujuk pada perubahan tajam menuju resesi. Resesi itu adalah penundaan/bisa dibilang istirahat, tapi dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan dapat berjalan kembali. Biasanya ada sedikit gangguan yang menyebabkan resesi ini itu dalam masalah pengambilan keputusan ataupun masalah anggaran biaya. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam bidang ekonomi seperti masalah keamanan negara sehingga banyak investor asing yang ragu untuk menanamkan modalnya dinegara kita. Banyaknya pinjaman keluar negeri bisa juga menyebabkan tersendatnya pertumbuhan perekonomian, karena yang seharusnya uang itu dipakai untuk perkembangan perekonomian tapi malah untuk membayar hutang dan bunga hutang tersebut. Semua negara bisa mengalami hal ini termasuk USA sendiri.

Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 1998 setelah berpuluh-puluh tahun terbuai oleh pertumbuhan yang begitu mengagumkan. Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi begitu hebat. Tahun 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa. Keadaannya berlangsung sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Mungkin dia akan selalu di ingat. Sebagaimana kita selalu mengingat Black Tuesday yang menandai resesi ekonomi dunia tanggal 29 Oktober 1929 yang juga disebut sebagai malaise. Hanya dalam waktu setahun perubahan dramatis terjadi. Prestasi ekonomi yang dicapai dalam dua dekade tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus membalikkan semua bayangan indah dan cerah didepan mata meyongsong milenium ke-3. Selama periode 9 bulan pertama 199. tak pelak lagi merupakan periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan 6 bulan selama tahun 1997, berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis pun mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha. IMF mulai turun tangan sejak Oktober 1997, namun terbukti tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah bahkan situasi seperti lepas kendali, krisis ekonomi Indonesia bahakn tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara. Krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi, berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik dan berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.

Krisis moneter yang pernah terjadi dimasa lalu (1966-1973; 1980-1987), yang semuanya mengingatkan betapa kita bangsa Indonesia perlu selalu kembali ke Pancasila sebagai pegangan dasar sistem dan moral ekonomi Indonesia. Kehidupan ekonomi yang cenderung mewah dan manja pada suasana serba kemakmuran (1973-1980), dan sebaliknya hidup serba prihatin dan berhemat pada suasana kehidupan serba kekurangan (1966-1973; 1980-1987), ternyata amat akrab pada bangsa kita secara silih berganti setiap 7 tahun.
Sejak telah ditetapkannya GBHN 1993, berbagai ajaran ekonomi pancasila diterapkan untuk mewujudkan kemerataan sosial (sila ke-2), kegotong-royongan dan kerakyatan (sila ke-4) dan ajaran untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5). Repelita VI (bab 9),yang berjudul pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan,dan kemudian pelaksanaan program IDT berdasar Inpres Nomor 5/1993, adalah upaya-upaya konkrit melaksanakan perintah GBHN 1993. program IDT yang mempunyai 3 misi besar,yaitu :
  1. Memicu dan memacu gerakan nasional penanggulangan kemiskinan.
  2. Melaksanakan kebijaksanaan dan strategi pemerataan pembangunan dan pengurangan kesenjangan ekonomi dan sosial.
Mengembangkan ekonomi rakyat adalah upaya konkrit untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial yang terkandung dalam ekonomi pancasila

Penyebab krisis ekonomi, diantaranya adalah :

Terlalu berpikir global (dan keramahannya). (terlalu mengabaikan ekonomi rakyat), Terlalu suka disanjung. (terlalu buta/tuli pada kritik), Terlalu individualistik/memikirkan kepentingan sendiri. (tidak melihat adanya kesenjangan sosial yang terjadi dan berkembang dalam masyarakat), Terlalu bisnis dan profit oriented. (lupa pada masalah-masalah sosial dan moral), Terlalu silau pada dunia kebendaan/materi. (tidak pernah mensyukuri nikmat Allah), Terlalu industri-minder. (lupa pertanian/perdesaan), Terlalu berpikir kekinian. (lupa pada sejarah), Terlalu silau pada yang serba asing. (pikiran pakar-pakar pribumi diremehkan), Terlalu percaya pada pasar. (deregulasi yang kebablasan), Terlalu meremehkan ideologi. (indonesia sama saja dengan negara-negara lain. Tidak ada itu Ekonomi Pancasila), Terlalu mendewakan keserasian, keseimbangan, dan keselarasan.(yang konflik harus disembunyikan/ditabukan), Terlalu berpihak pada konglomerat. (Ekonomi Rakyat diterlantarkan), Terlalu serakah (overborrowing!). (kita semua dihukum Tuhan), Konglomerat terlalu menuruti ambisi pemerintah yang ingin tumbuh terlalu cepat. (melanggar pasal 33 UUD 1945), Terlalu meremehkan sistem ekonomi. (mengakibatkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah tidak konsisten, pemerintah tidak punya visi jauh kedepan), Terlalu mementingkan keseragaman (uniformitas)-SARA yang merupakan fondasi bangsa ditabukan, Pemerintah terlalu sentralistik. (daerah-daerah tidak bergairah membangun daerahnya dengan cara-caranya sendiri),Terlalu pragmatis. (tanpa sistem), Terlalu memikirkan stabilitas. (stabilitas pemerintah/status quo).
KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Sistem ekonomi kapitalistik-liberal, lebih-lebih yang bersifat pekoncoan (crony capitalism), memang telah membuka peluang luar biasa pada berkembangnya korupsi, kolusi, nepotisme, dan sekaligus konglomerasi. Di Indonesia KKN telah berkembang dalam sistem pembangunan “serba proyek” dengan tender yang tidak transparan. Ini antara lain dapat dibuktikan dalam pembangunan proyek-proyek raksasa oleh perusahaan-perusahaan swasta “konglomerat” melalui tender-tender tertutup. Dalam skala yang jauh lebih gurem, program IDT yang sengaja diserahkan sepenuhnya pada rkyat tanpa tender terbukti selamat, sedangkan “proyek” pembangunan sarana pendukung desa tertinggal yang masih membuka peluang pada sistem tender, dengan peranan tertentu untuk memutuskan pemenang tender pada pejabat pemerintah setempat, sering masuk koran karena dugaan adanya KKN, Utang swata jangka pendek yang “melebihi kemampuan membayar” dari para pengusaha dianggap menjadi sumber utama hilangnya kepercayaan luar negeri terhadap perekonomian Indonesia. Bukti pertama dari kondisi yang rapuh dari perbankan Indonesia ini adalah penutupan 16 bank swasta nasional yang dianggap tidak sehat antara lain karena besarnya kredit macet.
Tidak kuatnya landasan ekonomi Indonesia yang ternyata tidak berdaya menghadapi gejolak keuangan eksternal. Namun yang lebih mendasar lagi adalah bahwa penyelenggaraan perekonomian nasional selama 32 tahun telah kurang atau tidak mengacu amanat pasal 33 UUD 1945 dan mengabaikan ekonomi rakyat. Sebaliknya konglomerasi dari sekelompok kecil pengusaha kuat, yang tidak didukung semangat kewirausahaan sejati, mengakibatkan ketahanan ekonomi sangat rapuh dan tidak kompetitif. Dan para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapat prioritas khusus yang menimbulkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.


Krisis Ekonomi sebagai Krisis Sistem Ekonomi

Krisis Ekonomi bersumber dari Krisis Moneter dalam kaitannya dengan Krisis sektor perekonomian Indonesia, sektor modern ini pada gilirannya telah “terperangkap” dalam “sistem ekonomi kapitalis global” sektor ekonomi Indonesia selama 10-15 tahun terakhir (terutama sejak 1988) telah mengalami kemajuan “luar biasa” bukan sebagai akibat kebijaksanaan industrialisasi yang telah mantap dan terarah tetapi karena berkembangnya indutrialisasi yang merkantilistik. Para “Industriawan konglomerat” telah berhasil mengembangkan industri Indonesia tetapi dengan cara mengandalkan pada penyediaan bahan baku, bahan penolong, dan teknologi impor, karena industrialisasi yang demikian memang januh “lebih mudah” melaksanakannya dan jauh “lebih menguntungkan” dalam jangka pendek. Inilah industrialisasi secara dagang (merkantilistik). Para indutriawan kita yang selama ini dikesankan sebagai “pahlawan-pahlawan penghasil devisa” dari ekspor hasil industri (terutama tekstil), sebenarnya adalah “pedagang-pedagang” yang lebih mementingkan keuntungan jangka pendek, dan tidak terutama ingin membangun “industri nasional Indonesia” yang kuat tangguh dan mandiri. Jika disadari bahwa kapitalisme global pada dasarnya ingin “menguasai ekonomi dunia yang tanpa batas” (borderless world), maka sifat industri yang dibangun di Indonesia atas kerjasama konglomerat Indonesia dengan para kapitalis global adalah industri multinasional. Ini jelas bukan agro-industri yang mengembangkan sumber daya alam dan mengolah hasil-hasil pertanian Indonesia.

Dampak Krisis Ekonomi

menyebar keseluruh aspek kehidupan politik, ekonomi dan sosial yang ditandai dengan rusaknya tatanan ekonomi, dan keuangan, pengangguran yang meluas, dan kemiskinan yang menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat dan mengakibatkan timbulnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Keberhasilan pembangunan yang telah dicapai selama tiga puluh dua tahun orde baru telah mengalami kemerosotan yang memprihatinkan, yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang luas. Landasan ekonomi yang dianggap kuat, ternyata tidak berdaya menghadapi gejolak keuangan eksternal serta kesulitan-kesulitan makro dan mikro ekonomi. Hal ini disebabkan oleh karena amanat pasal 33 UUD 1945 dan cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan prioritas khusus yang berdampak timbulnya kesenjangan sosial. Kelemahan fundamental ini juga disebabkan pengabaian perekonomian rakyat yang bersandar pada basis sumber daya alam dan sumber daya manusia sebagai unggulan komparatif dan kompetitif.
Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati, mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak kompetitif.
Telah membalikan arah pembagunan ekonomi yang telah tumbuh dengan baik selama 32 tahun menjadi berat dam memprihatinkan. Penduduk miskin meningkat dan pengangguran juga meningkat pesat. Harga sembilan bahan pokok dan obat-obatan tidak terjangkau daya beli masyarakat bawah. Taraf hidup rakyat menurun tajam, kualitas hasil didik tidak memberikan harapan, dan jumlah peserta didik putus sekolah makin meningkat.
Demikian jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi serta berakhlak mulia makin sulit diwujudkan. Ketimpangan, kecemburuan, ketegangan dan penyakit sosial lain makin menggejala, serta menghilangkan semangat dan optimisme bahwa bangsa Indonesia bisa memecahkan masalah dengan kekuatan sendiri.
Sistem perbankan yang tidak mandiri karena intervensi pemerintah terhadap bank sentral yang terlalu kuat melemahkan ekonomi nasional. Hubungan erat antara pengusaha dengan pemilik bank-bank swasta telah menyebabkan pemberian fasilitas yang tidak terbuka yang merugikan masyarakat dan negara. Disamping itu, ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana, memperparah kondisi ekonomi.

Strategi Menghadapi Krisis Ekonomi

lebih berhemat dan berhati-hati dalam mengelola dana-dana terbatas yang dikuasai termasuk memanfaatkan dana-dana misalnya : dana-dana tabungan (35%), diikuti pembukuan usaha-usaha baru (35%), dan (30%) menggunakan secara lebih efisien sumber-sumber ekonomi yang dikuasai. “Merombak secara radikal” sistem ekomoni Indonesia versi sistem ekonomi kapitalis untuk digantikan dengan sistem ekonomi Indonesia berdasar pancasila dan khususnya menunjuk pada sila keempat pancasila yaitu demokrasi ekonomi atau kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan). Mengakui keteledoran, kealpaan, dan kesalahan yang selama ini telah kita perbuat. Hanya dengan cara menyadari hal-hal ini kita dapat menemukan secara tepat berbagai akar masalahnya, dan kemudian memperbaikinya. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri. Memenfaatkan peluang perdagangan internasional. Menyatukan langkah strategis pemerintah dalam Bank Indonesia. Menghindari politik non partisan untuk menghadapi krisis.

Penutup

salah satu penyebab krisis ekonomi adalah karena bangsa Indonesia telah terbuai oleh pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat. Karena itu bangsa Indonesia menjadi lalai. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia merupakan awal dari runtuhnya sektor ekonomi hingga merambah kesektor-sektor lainnya baik dari sektor politik, sosial, keuangan, pengangguran yang meluas, kemiskinan yang semakin menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat. Ditambah dengan banyaknya KKN, dan karena Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati, mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak kompetitif serta aspek-aspek penyebab lainnya yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Yang berdampak buruk bagi bangsa Indonesia. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan lebih mengefisienkan pengaturan keuangan agar tidak terjadinya defisit.

Sumber :
  • Mubyarto, REFORMASI SISTEM EKONOMI:dari kapitalisme menuju ekonomi kerakyatan, Aditya Media, 1998.
  • www. Metris-community.com/dampak krisis ekonomi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar