Kamis, 24 Februari 2011

INFLASI MEMERANGI BERBAGAI SEKTOR DI INDONESIA

Inflasi adalah suatu keadaan dalam mana terjadi senantiasa meningkatkan harga-harga pada umumnya/suatu keadaan dimana terjadi senantiasa turunnya nilai uang. Inflasi juga merupakan penyakit jaman kita yang menyulitkan kelangsungan hidup kita. Jika kita menengok kembali sejarah masa lalu kita menemui banyak masa inflasi. Diocletion berusaha dengan susah payah untuk melenyapkan inflasi di Romania pada abad ke 4 sebelum Masehi. Antara tahun 1150 dan 1325, biaya hidup di Eropa naik empat kali lipat. Kemudian, antara tahun 1520 dan 1650, harga naik dua kali lipat dan empat kali lipat, sebagian besar disebabkan mengalirnya emas dari tambang-tambang di Dunia Baru ke Eropa. Dalam keruntuhan sesudah Perang Saudara, Daerah Selatan mengalami inflasi hebat. Dan selama Perang Dunia 1, harga di Amerika Serikat meningkat sebesar seratus persen.
Tapi ada perbedaan antara inflasi di masa lalu dengan inflasi yang kita alami sekarang. Perbedaan ini tampak nyata kalau kita bandingkan pengalaman Amerika Serikat sebelum dan sesudah tahun 1950. sebelum tahun 1950 masa inflasi biasanya dikaitkan dengan perang. Alasannya cukup jelas, perang sangat meningkatkan jumlah pengeluaran negara, tapi pemerintah tidak mengurangi pengeluaran non pemerintah sebanyak jumlah yang sama melalui perpajakan. Hampir selalu perang dibiayai dengan menggunakan pinjaman, dan jumlah pengeluaran keseluruhan oleh pemerintah dan oleh non pemerintah meningkat dengan cepat. Sementara itu jumlah barang yang tersedia bagi rumah tangga dikurangi untuk keperluan perang. Akibatnya sangat sesuai dengan gambar klasik mengenai inflasi. Terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit.
Kedua, inflasi di Amerika di masa lalu selalu berlangsung untuk waktu yang singkat. Harga-harga malah turun berlangsung untuk waktu yang panjang antara 1866-1900, dan juga 1925-1933, trend seratus tahun, walaupun agak menaik, ditandai oleh lembah yang panjang maupun puncak yang tajam. Keadaannya sangat berlainan sesudah tahun 1950. sekali lagi perang Korea dan Vietnam menyebabkan kenaikan harga, walaupun kecil. Tapi dalam satu hal yang penting, pengalaman yang sekarang berlainan dari pengalaman masa lalu. Puncak kenaikan inflasi tidak diikuti oleh penurunan pelan-pelan yang panjang. Sebaliknya inflasi kelihatannya telah menjadi unsur yang kronis dalam situasi ekonomi.
Disamping itu inflasi tidak hanya bersifat kronis dan bandel, tapi inflasi tersebut juga disertai oleh tingkat pengangguran yang cukup besar. Dalam masa 1960-1965, misalnya, tingkat inflasi rata-rata 1,6 persen dan tingkat pengangguran rata-rata adalah 5,5 persen. Pada tahun 1875-1977 inflasi melonjak jadi 7,5% dan pengangguran juga meningkat jadi 7%. pada akhir tahun 1980 inflasi sebesar 9%; pengangguran adalah 8%.

SEBAB-SEBAB INFLASI

sebagian ahli ekonomi, mempermasalahkan uang. Mereka mengatakan bahwa pemerintah melalui Bank Sentral, telah menciptakan terlalu banyak uang, tentu saja bukan karena pemerintah ingin menciptakan inflasi, tapi karena penguasa keuangan tidak sanggup untuk mengendalikan permintaan kredit yang datang dari masyarakat umum dan dunia usaha pada khususnya. Selanjutnya pada waktu inflasi terjadi, pemerintah mecoba mengendalikannya dengan berbagai tindakan seperti tingkat bunga yang tinggi. Akibatnya mencelakakan kedua belah pihak, pengendalian yang ketat membuat perekonomian lesu dan menimbulkan resesi, tapi resesi tersebut tidak cukup parah untuk mengurangi jumlah kredit cukup banyak untuk dapat menghentikan inflasi. Penyebab inflasi lainnya adalah akibat kekuatan ekonomi swasta yang terpusat. Sering kekuasaan tersebut dikatakan dipegang oleh serikat buruh, yang tetap menuntut kenaikan upah yang lebih besar daripada yang dapat diberikan oleh sistem perekonomian. Ini menyebabkan harga melonjak naik dan juga menaikan biaya produksi, akibatnya inflasi yang disertai oleh keseretan output. Ahli ekonomi lainnya juga sependapat mengenai pemusatan kekuasaan, tapi menyalahkan pada perusahaan raksasa yang tetap mempertahankan harga walaupun perdagangan sedang mundur, dan membatasi output dengan cara monopoli. Kekuasaan tentu saja turut bertanggung jawab atas terjadinya inflasi, tapi kekuatan siapa? Untuk setiap ahli ekonomi yang menuding sektor swasta, terdapat dua ahli ekonomi yang menuding pemerintah. Kadang-kadang persoalannya adalah peraturan pemerintah, yang membebani perekonomian dengan biaya pengaturan yang terlampau tinggi,kegiatan anti pencemaran, dan sejenisnya. Kadang-kadang persoalan dengan pemerintah kelihatannya adalah pengeluaran yang terlalu besar, walaupun terdapat perdebatan apakah terlalu besar tersebut terlihat anggaran militer yang membengkak atau anggaran kesejahteraan yang mengembung. Sering yang dijadikan kambing hitam adalah defisit pemerintah federal suatu sasaran serangan yang disukai oleh calon politik. Dan bukannya tidak sering kesulitannya ditimpakan pada pemerintah negara lain, terutama pada pemerintah yang menentukan harga minyak OPEC. Semua ini masih ada kemungkinan lain. Banyak yang menyalahkan produktivitas yang seret sebagai penyebab inflasi yang kronis yang disertai oleh resesi. Atau ada lagi suatu penjelasan yang menghubungkan kasulitan Amerika dengan peranannya di dunia perekonomian. Masih ada yang lainnya yang mempersalahkan perang Vietnam dan inflasi yang mengikutinya, pada lembaga tertentu yang dikenal dengan indexing. Kenyataan bahwa kita mengaitkan lebih banyak pembayaran, seperti jaminan sosial dan upah pada angka indek barang konsumsi, sehingga kalau angka indek naik, kita dengan sendirinya akan memperoleh jaminan sosial yang lebih besar atau suatu penyesuaian biaya hidup atas upah kita. Dan ada juga suara bahwa inflasi sebenarnya mencerminkan keadaan pikiran kita. Suatu keinginan untuk memiliki lebih banyak daripada yang dapat kita sediakan, suatu keinginanyang melebihi kemampuan kita untuk memenuhinya.

ANCAMAN SEBENARNYA DARI INFLASI

Pengaruh inflasi yang terjadi di Indonesia berpengaruh besar terhadap baik produksi maupun export dan impor. Yang akan menyebabkan turunnya produksi, terutama produksi barang-barang yang akan di eksport. Turunnya produksi ini disebabkan karena dalam masa inflasi biaya produksi akan meningkat sehingga harga pokok dari hasil-hasil yang diproduksi naik pula. Naiknya harga barang-barang ini terutama barang-barang yang akan dieksport ke luar negeri menyebabkan berkurangnya permintaan luar negeri terhadap barang-barang yang diproduksikan di Indonesia. Dengan kata lain menyebabkan turunnya eksport. Turunnya eksport menyebabkan pula turunnya import dan turunnya import ini menyebabkan produksi menurun terutama hasil-hasil produksi dari industri yang mempergunakan bahan-bahan baku yang di import. Selain itu ancaman dari inflasi antara lain :

Inflasi Dapat Menjadi Tidak Terkendali

tak diragukan lagi inflasi memberikan ancaman untuk tidak terkendali, mempercepat lajunya hingga akhirnya nilai uang akan jatuh menjadi nol dan kita akan mempunyai kehancuran sosial dan ekonomi. Seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat ditahun 1950 sampai 1965.

Inflasi Mengancam Nilai Aset Keuangan

erat kaitannya dengan ancaman suatu inflasi yang tidak terkendalikan adalah ancamannya terhadap nilai asset yang semakin merosot. Inflasi menggerogoti nilai asset keuangan seperti tabungan, polis asuransi, obligasi pemerintah, dan sejenisnya. Selain itu seperti yang telah kita lihat inflasi juga sangat menggerogoti nilai saham, walaupun saham ini sendiri mungkin mengalami perubahan jika pasar modal mulai memperlihatkan kecerahan masa depan.

Inflasi Mengancam Kestabilan Keuangan

Inflasi menyebabkan distorsi yang serius terhadap struktur kredit negara. Salah satu konsekuensi yang paling menyulitkan dari inflasi adalah cara inflasi mempengaruhi hubungan antara dunia usaha dan bank. Dalam masa inflasi lebih menguntungkan melakukan peminjaman uang dengan suku bunga yang normal karena dollar akan menjadi semakin murah dan semakin banyak ketika tiba saatnya untuk membayar kembali pinjaman tersebut. Oleh karena itu, perusahaan berusaha utuk meminjam dana, tapi bank enggan untuk memberikan pinjaman, karena alasan yang sama. Dua akibat logis yang terjadi. Pertama, suku bunga akan meningkat lebih tinggi untuk memberikan imbalan pada bank terhadap nilai uang yang terus mengalami penurunan yang akan diterimanya kembali. Kedua, bank akan menolak memberikan pinjaman untuk jangka yang lama. Akibatnya adalah bahwa perusahaan harus mengambil pinjaman jangka pendek dengan suku bunga yang tinggi.

Inflasi Menyulitkan Kita untuk Mencapai Pertumbuhan Potensial

inflasi menghalangi kita untuk mempergunakan semua kemampuan produksi kita karena ketakutan bahwa kita mungkin mendorong suatu tingkat inflasi. Menjadi inflasi yang tidak dapat diterima atau menjadi bayangan sama sekali. Dengan begitu biaya nyata dari inflasi adalah pengangguran yang diakibatkannya terhadap kita, tidak hanya pengangguran disebabkan suku bunga yang tinggi karena investasi yang menyusut, tapi pengangguran yang dengan hati-hati ditolerir oleh pemerintah untuk menghalangi inflasi menjadi lebih lebih parah atau dengan pengharapan untuk memperlambatnya.

MEMERANGI IFLASI

Menyeimbangkan Anggaran Federal

kalau kita bermaksud untuk mencoba menghentikan inflasi dengan melakukan pengurangan pengeluaran federal, kita harus melihat pada pengeluaran negara secara keseluruhan federal, negara bagian, dan pemerintah setempat. Tidak hanya pengeluaran federal saja. Dalam tahun 1979 anggaran publik mengalami surplus sebesar 14 milyar, atau 0,6% dari GNP. Tak ada defisit yang harus dihilangkan. Pada tahun 1980 total defisit pemerintah secara keseluruhan berjumlah 30 milyar. Ini sedikit di atas 1% dari GNP. Kita dapat mengurangi pengeluaran federal untuk memberikan tekanan ke bawah pada perekonomian. Kesulitannya adalah mendapatkan bidang dimana dapat melakukannya. Sepanjang mengenai anggaran federal harus diingat bahwa defisitnya mungkin dapat diimbangi oleh suatu surplus pada pemerintah negara bagian dan setempat.

Pengetatan Uang Untuk Memperlambat Laju Inflasi

pengetatan uang telah berhasil mengurangi laju pertumbuhan ekonomi karena menjadi lebih sulit untuk membiayai pengeluaran untuk melakukan investasi. Dan mungkin ini dapat menurunkan laju inflasi. Di samping itu, pengetatan uang dapat mengurangi pengharapan mengenai inflasi. Walaupun sebagian kritikus mengatakan bahwa tingkat bunga yang sangat tinggi yang ditimbulkan oleh pengetatan uang, dapat merangsang pengharapan inflasi. Namun kesulitan dengan pengetatan uang adalah bahwa diperlukan waktu yang cukup lama, sementara itu menimbulkan pengorbanan sosial yang tidak terkendali oleh masyarakat.

Suatu Resesi Besar

inflasi dapat dihentikan dengan melakukan tindakan yang serius, seperti menghentikan perluasan penawaran uang. Jika kita ingin menghentikan pertumbuhan penawaran uang sama sekali, inflasi akan berakhir, mungkin dengan cukup besar. Salah satu contohnya yang pernah terjadi di Jerman Barat dan Swiss. kedua negeri ini dengan hati-hati mengadakan suatu resesi yang besar yang sering dianjurkan. Pada permulaan tahun 1980, misalnya kesempatan kerja di Jerman Barat 12% lebih rendah dari pada tahun 1973. Di Swiss 17% lebih rendah. Hasilnya tingkat inflasi di kedua negara ini adalah yang terendah di dunia. Namun kesulitannya adalah bahwa tindakan moneter seperti itu akan menimbulkan biaya ekonomi yang besar.

Pengendalian Sukarela

satu cara lain adalah dengan melakukan pengendalian sukarela atas upah dan harga, sering dalam bentuk pedoman yang menentukan batas wajar bagi kenaikan upah dan harga, terutama untuk industri utama. Namun jika pengendalian sukarela tidak berjalan dengan baik ada cara lain yang telah diusulkan adalah membuat kepatuhan pada suatu program sukarela menguntungkan dan patriotik. Diantara usul ini adalah TIP (Tax incentive plan = sistem insentif pajak) keringanan pajak pada perusahaan yang mempertahankan penyelesaian upah sesuai dengan tingkat pedoman yang disetujui. Keringanan pajak ini dimaksudkan untuk memberikan insentif pada majikan untuk menentang kenaikan upah yang terlalu besar dalam perjanjian kerja kolektif dan jika semua perusahaan mengikuti pedoman ini, maka tak ada serikat buruh yang dirugikan. TIP ini mungkin dapat berhasil. Kesulitan yang ditimbulkannya bersifat administratif, bukan ekonomi. Rencana ini membutuhkan suatu tingkat pengawasan dan campur tangan pemerintah yang pasti akan meningkatkan birokrasi dan menimbulkan perselisihan. Kesulitan yang dihadapi mungkin dapat ditolerir jika tindakan yang lebih lunak gagal untuk mengurangi laju inflasi.

Pengendalian Paksa

pengendalian paksa seperti menentukan batas tertinggi kenaikan harga dan upah. Pengendalian seperti ini harus didukung dengan pajak yang tinggi. Selain itu obat terbaik untuk menyembuhkan inflasi adalah membujuk dan mendidik manusia untuk menganut kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan menghentikan inflasi tanpa merugikan siapapun juga dan setiap orang sependapat untuk membatasi pendapatannya.

Atau dengan cara mengaksi inflasi dengan program bersegi banyak.
menurut Hansen, sistem serangan bersegi banyak itu meliputi :
  1. pemakaian kebijaksanaan moneter yang bijaksana artinya pengawasan sedang atas pemakaian kredit.
  2. Kebijaksanaan fiskal, yaitu mempertahankan tingkat pajak yang tinggi, penelitian atas pengeluaran-pengeluaran, serta pengangguhan semua pengeluaran modal yang tidak dapat di benarkan berdasarkan alasan-alasan kuat kebijaksanaan nasional.
  3. Pengawasan-pengawasan langsung secara maksimal. Termasuk alokasi-alokasi bahan-bahan yang jarang terdapat untuk keperluan-keperluan penting lain pembangunan dan sistem distribusi.

Inflasi yang terjadi di Indonesia merupakan akibat dari pemerintah terlalu banyak mencetak uang, produktivitas yang seret, kekuatan ekonomi swasta yang terpusat, perusahaan raksasa yang tetap mempertahankan harga walaupun perdagangan sedang mundur, dan membatasi output dengan cara monopoli. Yang dapat menyebabkan Inflasi dapat menjadi tidak terkendali, mengancam nilai aset keuangan, mengancam kestabilan keuangan, menyulitkan kita untuk mencapai pertumbuhan potensial. Yang semuanya ini dapat melemahkan sektor perekonomian maupun sektor-sektor lainnya. Namun hal ini dapat diatasi dengan menyeimbangkan anggaran federal, pengetatan uang untuk memperlambat laju inflasi, pengendalian sukarela, pengendalian paksa ataupun dengan kebijaksanaan fiskal dan pengawasan-pengawasan langsung secara maksimal terhadap pembagunan dan sistem distibusi.

Sumber : St Dianjung, LIMA TANTANGAN PEREKONOMIAN, AKADEMIKA PRESSINDO,Jakarta.





Selasa, 15 Februari 2011

Krisis Ekonomi yang Melumpuhkan Berbagai Sektor Ekonomi

 Pendahuluan

Dalam ekonomi, krisis adalah istilah lama dalam teori siklus bisnis, merujuk pada perubahan tajam menuju resesi. Resesi itu adalah penundaan/bisa dibilang istirahat, tapi dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan dapat berjalan kembali. Biasanya ada sedikit gangguan yang menyebabkan resesi ini itu dalam masalah pengambilan keputusan ataupun masalah anggaran biaya. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam bidang ekonomi seperti masalah keamanan negara sehingga banyak investor asing yang ragu untuk menanamkan modalnya dinegara kita. Banyaknya pinjaman keluar negeri bisa juga menyebabkan tersendatnya pertumbuhan perekonomian, karena yang seharusnya uang itu dipakai untuk perkembangan perekonomian tapi malah untuk membayar hutang dan bunga hutang tersebut. Semua negara bisa mengalami hal ini termasuk USA sendiri.

Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 1998 setelah berpuluh-puluh tahun terbuai oleh pertumbuhan yang begitu mengagumkan. Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi begitu hebat. Tahun 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa. Keadaannya berlangsung sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Mungkin dia akan selalu di ingat. Sebagaimana kita selalu mengingat Black Tuesday yang menandai resesi ekonomi dunia tanggal 29 Oktober 1929 yang juga disebut sebagai malaise. Hanya dalam waktu setahun perubahan dramatis terjadi. Prestasi ekonomi yang dicapai dalam dua dekade tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus membalikkan semua bayangan indah dan cerah didepan mata meyongsong milenium ke-3. Selama periode 9 bulan pertama 199. tak pelak lagi merupakan periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan 6 bulan selama tahun 1997, berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis pun mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha. IMF mulai turun tangan sejak Oktober 1997, namun terbukti tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah bahkan situasi seperti lepas kendali, krisis ekonomi Indonesia bahakn tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara. Krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi, berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik dan berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.

Krisis moneter yang pernah terjadi dimasa lalu (1966-1973; 1980-1987), yang semuanya mengingatkan betapa kita bangsa Indonesia perlu selalu kembali ke Pancasila sebagai pegangan dasar sistem dan moral ekonomi Indonesia. Kehidupan ekonomi yang cenderung mewah dan manja pada suasana serba kemakmuran (1973-1980), dan sebaliknya hidup serba prihatin dan berhemat pada suasana kehidupan serba kekurangan (1966-1973; 1980-1987), ternyata amat akrab pada bangsa kita secara silih berganti setiap 7 tahun.
Sejak telah ditetapkannya GBHN 1993, berbagai ajaran ekonomi pancasila diterapkan untuk mewujudkan kemerataan sosial (sila ke-2), kegotong-royongan dan kerakyatan (sila ke-4) dan ajaran untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5). Repelita VI (bab 9),yang berjudul pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan,dan kemudian pelaksanaan program IDT berdasar Inpres Nomor 5/1993, adalah upaya-upaya konkrit melaksanakan perintah GBHN 1993. program IDT yang mempunyai 3 misi besar,yaitu :
  1. Memicu dan memacu gerakan nasional penanggulangan kemiskinan.
  2. Melaksanakan kebijaksanaan dan strategi pemerataan pembangunan dan pengurangan kesenjangan ekonomi dan sosial.
Mengembangkan ekonomi rakyat adalah upaya konkrit untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial yang terkandung dalam ekonomi pancasila

Penyebab krisis ekonomi, diantaranya adalah :

Terlalu berpikir global (dan keramahannya). (terlalu mengabaikan ekonomi rakyat), Terlalu suka disanjung. (terlalu buta/tuli pada kritik), Terlalu individualistik/memikirkan kepentingan sendiri. (tidak melihat adanya kesenjangan sosial yang terjadi dan berkembang dalam masyarakat), Terlalu bisnis dan profit oriented. (lupa pada masalah-masalah sosial dan moral), Terlalu silau pada dunia kebendaan/materi. (tidak pernah mensyukuri nikmat Allah), Terlalu industri-minder. (lupa pertanian/perdesaan), Terlalu berpikir kekinian. (lupa pada sejarah), Terlalu silau pada yang serba asing. (pikiran pakar-pakar pribumi diremehkan), Terlalu percaya pada pasar. (deregulasi yang kebablasan), Terlalu meremehkan ideologi. (indonesia sama saja dengan negara-negara lain. Tidak ada itu Ekonomi Pancasila), Terlalu mendewakan keserasian, keseimbangan, dan keselarasan.(yang konflik harus disembunyikan/ditabukan), Terlalu berpihak pada konglomerat. (Ekonomi Rakyat diterlantarkan), Terlalu serakah (overborrowing!). (kita semua dihukum Tuhan), Konglomerat terlalu menuruti ambisi pemerintah yang ingin tumbuh terlalu cepat. (melanggar pasal 33 UUD 1945), Terlalu meremehkan sistem ekonomi. (mengakibatkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah tidak konsisten, pemerintah tidak punya visi jauh kedepan), Terlalu mementingkan keseragaman (uniformitas)-SARA yang merupakan fondasi bangsa ditabukan, Pemerintah terlalu sentralistik. (daerah-daerah tidak bergairah membangun daerahnya dengan cara-caranya sendiri),Terlalu pragmatis. (tanpa sistem), Terlalu memikirkan stabilitas. (stabilitas pemerintah/status quo).
KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Sistem ekonomi kapitalistik-liberal, lebih-lebih yang bersifat pekoncoan (crony capitalism), memang telah membuka peluang luar biasa pada berkembangnya korupsi, kolusi, nepotisme, dan sekaligus konglomerasi. Di Indonesia KKN telah berkembang dalam sistem pembangunan “serba proyek” dengan tender yang tidak transparan. Ini antara lain dapat dibuktikan dalam pembangunan proyek-proyek raksasa oleh perusahaan-perusahaan swasta “konglomerat” melalui tender-tender tertutup. Dalam skala yang jauh lebih gurem, program IDT yang sengaja diserahkan sepenuhnya pada rkyat tanpa tender terbukti selamat, sedangkan “proyek” pembangunan sarana pendukung desa tertinggal yang masih membuka peluang pada sistem tender, dengan peranan tertentu untuk memutuskan pemenang tender pada pejabat pemerintah setempat, sering masuk koran karena dugaan adanya KKN, Utang swata jangka pendek yang “melebihi kemampuan membayar” dari para pengusaha dianggap menjadi sumber utama hilangnya kepercayaan luar negeri terhadap perekonomian Indonesia. Bukti pertama dari kondisi yang rapuh dari perbankan Indonesia ini adalah penutupan 16 bank swasta nasional yang dianggap tidak sehat antara lain karena besarnya kredit macet.
Tidak kuatnya landasan ekonomi Indonesia yang ternyata tidak berdaya menghadapi gejolak keuangan eksternal. Namun yang lebih mendasar lagi adalah bahwa penyelenggaraan perekonomian nasional selama 32 tahun telah kurang atau tidak mengacu amanat pasal 33 UUD 1945 dan mengabaikan ekonomi rakyat. Sebaliknya konglomerasi dari sekelompok kecil pengusaha kuat, yang tidak didukung semangat kewirausahaan sejati, mengakibatkan ketahanan ekonomi sangat rapuh dan tidak kompetitif. Dan para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapat prioritas khusus yang menimbulkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.


Krisis Ekonomi sebagai Krisis Sistem Ekonomi

Krisis Ekonomi bersumber dari Krisis Moneter dalam kaitannya dengan Krisis sektor perekonomian Indonesia, sektor modern ini pada gilirannya telah “terperangkap” dalam “sistem ekonomi kapitalis global” sektor ekonomi Indonesia selama 10-15 tahun terakhir (terutama sejak 1988) telah mengalami kemajuan “luar biasa” bukan sebagai akibat kebijaksanaan industrialisasi yang telah mantap dan terarah tetapi karena berkembangnya indutrialisasi yang merkantilistik. Para “Industriawan konglomerat” telah berhasil mengembangkan industri Indonesia tetapi dengan cara mengandalkan pada penyediaan bahan baku, bahan penolong, dan teknologi impor, karena industrialisasi yang demikian memang januh “lebih mudah” melaksanakannya dan jauh “lebih menguntungkan” dalam jangka pendek. Inilah industrialisasi secara dagang (merkantilistik). Para indutriawan kita yang selama ini dikesankan sebagai “pahlawan-pahlawan penghasil devisa” dari ekspor hasil industri (terutama tekstil), sebenarnya adalah “pedagang-pedagang” yang lebih mementingkan keuntungan jangka pendek, dan tidak terutama ingin membangun “industri nasional Indonesia” yang kuat tangguh dan mandiri. Jika disadari bahwa kapitalisme global pada dasarnya ingin “menguasai ekonomi dunia yang tanpa batas” (borderless world), maka sifat industri yang dibangun di Indonesia atas kerjasama konglomerat Indonesia dengan para kapitalis global adalah industri multinasional. Ini jelas bukan agro-industri yang mengembangkan sumber daya alam dan mengolah hasil-hasil pertanian Indonesia.

Dampak Krisis Ekonomi

menyebar keseluruh aspek kehidupan politik, ekonomi dan sosial yang ditandai dengan rusaknya tatanan ekonomi, dan keuangan, pengangguran yang meluas, dan kemiskinan yang menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat dan mengakibatkan timbulnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Keberhasilan pembangunan yang telah dicapai selama tiga puluh dua tahun orde baru telah mengalami kemerosotan yang memprihatinkan, yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang luas. Landasan ekonomi yang dianggap kuat, ternyata tidak berdaya menghadapi gejolak keuangan eksternal serta kesulitan-kesulitan makro dan mikro ekonomi. Hal ini disebabkan oleh karena amanat pasal 33 UUD 1945 dan cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan prioritas khusus yang berdampak timbulnya kesenjangan sosial. Kelemahan fundamental ini juga disebabkan pengabaian perekonomian rakyat yang bersandar pada basis sumber daya alam dan sumber daya manusia sebagai unggulan komparatif dan kompetitif.
Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati, mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak kompetitif.
Telah membalikan arah pembagunan ekonomi yang telah tumbuh dengan baik selama 32 tahun menjadi berat dam memprihatinkan. Penduduk miskin meningkat dan pengangguran juga meningkat pesat. Harga sembilan bahan pokok dan obat-obatan tidak terjangkau daya beli masyarakat bawah. Taraf hidup rakyat menurun tajam, kualitas hasil didik tidak memberikan harapan, dan jumlah peserta didik putus sekolah makin meningkat.
Demikian jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi serta berakhlak mulia makin sulit diwujudkan. Ketimpangan, kecemburuan, ketegangan dan penyakit sosial lain makin menggejala, serta menghilangkan semangat dan optimisme bahwa bangsa Indonesia bisa memecahkan masalah dengan kekuatan sendiri.
Sistem perbankan yang tidak mandiri karena intervensi pemerintah terhadap bank sentral yang terlalu kuat melemahkan ekonomi nasional. Hubungan erat antara pengusaha dengan pemilik bank-bank swasta telah menyebabkan pemberian fasilitas yang tidak terbuka yang merugikan masyarakat dan negara. Disamping itu, ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana, memperparah kondisi ekonomi.

Strategi Menghadapi Krisis Ekonomi

lebih berhemat dan berhati-hati dalam mengelola dana-dana terbatas yang dikuasai termasuk memanfaatkan dana-dana misalnya : dana-dana tabungan (35%), diikuti pembukuan usaha-usaha baru (35%), dan (30%) menggunakan secara lebih efisien sumber-sumber ekonomi yang dikuasai. “Merombak secara radikal” sistem ekomoni Indonesia versi sistem ekonomi kapitalis untuk digantikan dengan sistem ekonomi Indonesia berdasar pancasila dan khususnya menunjuk pada sila keempat pancasila yaitu demokrasi ekonomi atau kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan). Mengakui keteledoran, kealpaan, dan kesalahan yang selama ini telah kita perbuat. Hanya dengan cara menyadari hal-hal ini kita dapat menemukan secara tepat berbagai akar masalahnya, dan kemudian memperbaikinya. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri. Memenfaatkan peluang perdagangan internasional. Menyatukan langkah strategis pemerintah dalam Bank Indonesia. Menghindari politik non partisan untuk menghadapi krisis.

Penutup

salah satu penyebab krisis ekonomi adalah karena bangsa Indonesia telah terbuai oleh pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat. Karena itu bangsa Indonesia menjadi lalai. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia merupakan awal dari runtuhnya sektor ekonomi hingga merambah kesektor-sektor lainnya baik dari sektor politik, sosial, keuangan, pengangguran yang meluas, kemiskinan yang semakin menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat. Ditambah dengan banyaknya KKN, dan karena Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati, mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak kompetitif serta aspek-aspek penyebab lainnya yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Yang berdampak buruk bagi bangsa Indonesia. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan lebih mengefisienkan pengaturan keuangan agar tidak terjadinya defisit.

Sumber :
  • Mubyarto, REFORMASI SISTEM EKONOMI:dari kapitalisme menuju ekonomi kerakyatan, Aditya Media, 1998.
  • www. Metris-community.com/dampak krisis ekonomi