Senin, 26 Desember 2011

Pola Pengembangan Sapi Perah Melalui Koperasi


Awalnya kondisi peternak persusuan di indonesia tahun 1978-1990-an bisa dibilang berkecukupan sebab, berdasarkan hitung-hitungan sederhana yang mereka lakukan, pendapatan masih tetap lebih tinggi dibanding biaya produksi. Bustanil Arifin yang saat itu menjabat Menteri Muda Urusan Koperasi sekaligus menjabat sebagai Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) menjadi sosok yang berperan besar dalam mendongkrak usaha tersebut. Mengusung konsep kebijakan Busep rasio yang dirintis pada 1982, usaha peternakan sapi perah rakyat diproteksi. Dengan kapasitasnya sebagai Kabulog, Bustanil lantas berhasil membuka pintu kalangan industri pengolahan susu (IPS) yang ada saat itu untuk menggunakan susu segar produksi rakyat sebagai bahan baku. Kondisi waktu itu sendiri, IPS cenderung lebih senang menggunakan susu impor sebagai bahan baku karena pertimbangan teknis dan ekonomis. Dengan dibukanya pintu pasar IPS ini dan kemudian lebih dibakukan dengan kebijakan wajib serap susu segar dikaitkan dengan izin impor, usaha peternakan sapi perah rakyat yang tergabung dalam wadah koperasi, menjadi terpicu.

Selain itu, ditunjang oleh kebijakan impor bibit sapi sapi perah dari Australia dan Selandia Baru, usaha peternakan sapi perah rakyat khususnya di Pulau Jawa berkembang pesat. Tercatat, dalam tempo sekitar delapan tahun, susu segar produksi dalam negeri telah mampu memasok sekitar 40 persen dari kebutuhan nasional. Padahal, pada 1978 kemampuan susu segar dalam negeri untuk memasok kebutuhan negeri tak lebih dari lima persen. Koperasi, sebagai tempat para peternak sapi perah berhimpun juga  mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Bertahap mereka pun tumbuh dan secara mandiri telah melakukan berbagai kebutuhan pelayanan anggota mulai dari inseminasi buatan, kesehatan hewan, pendinginan dan transportasi susu, prosesing susu dan sebagainya. 

Namun dengan berjalannya waktu, kondisi peternak susu di Indonesia agak menurun dan juga membutuhkan penyegaran.

Industri persusuan di Indonesia memiliki struktur yang sangat lengkap. Salah satunya koperasi susu/KUD. Peternak yang bersatu dalam kelompok yang dinamis mempunyai peranan yang sangat besar bagi berkembangnya suatu sistem agribisnis sapi perah yang efisien.

Koperasi sangat membantu peternak dalam penyediaan sarana dan prasarana produksi, khususnya pakan konsentrat, peralatan produksi, pelayanan kesehatan ternak, serta mengumpulkan susu dari anggota dan menjualnya kepada (industri pengolahan susu ) IPS.

Tingkat ketergantungan peternak susu terhadap koperasi sebesar 10% yang memiliki usaha pengolahan susu menjadi susu pasteurisasi dan yoghurt yang dijual langsung kepada konsumen.

Susu segar dari peternak akan ditampung di koperasi, dalam hal ini koperasi berperan sebagai lembaga pengumpul dan penyalur susu dari peternak. Sebelum dijual ke IPS, susu yang ditampung oleh koperasi mendapatkan perlakuan tertentu sehingga memenuhi standard kualitas yang diminta oleh IPS. Susu segar yang ditampung oleh koperasi terutama dijual kepada IPS, baik IPS hulu maupun IPS hilir. IPS Hulu yaitu industri yang mengolah SSDN menjadi bahan baku susu (bubuk susu) yang akan diolah lebih lanjut oleh IPS hilir. Satu-satunya IPS Hulu yang ada di Indonesia adalah PT. Tirta Amerta Agung, namun saat ini sudah tidak beroperasi lagi karena bangkrut.

Pengalaman 30 tahun telah memperlihatkan bahwa keberhasilan pola pengembangan sapi perah melalui koperasi hanya berpengaruh pada peningkatan produksi dan peningkatan kesempatan kerja (Siregar dan Ilham, 2003). Sampai saat ini hampir 90 persen produksi susu segar dalam negeri dihasilkan oleh koperasi.

Masa keemasan koperasi susu dijumpai pada tahun 1980-an. Jumlah koperasi yang tadinya hanya 27 buah pada tahun 1979 berkembang tujuh kali lipat menjadi 198 pada tahun 1989. Demikian pula terjadi peningkatan yang signifikan pada jumlah tenaga kerja yang terserap pada agribisnis persusuan, baik sebagai peternak pemilik maupun sebagai pekerja. Meningkatnya jumlah koperasi ini tidak terlepas dengan gencarnya program pemerintah dalam pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD) di wilayah pedesaan. Namun demikian, berdirinya GKSI pada tahun 1979 sangat berperan dalam mengkondisikan KUD - KUD untuk mengem-bangkan unit usaha persusuan, atau disebut KUD Susu.

Dukungan penuh GKSI terlihat dalam mengembangkan sub-sub sistem agribisnis off farm yang dibutuhkan oleh subsistem on farm sapi perah yang dikembangkan oleh koperasi-koperasi primer. GKSI melakukan pengembangan agribisnis persusuan nasional yang dikaitkan dengan memperhatikan pengembangan pada semua sub-sub sistem secara simultan memungkinkan banyaknya lahir koperasi-koperasi susu baru. Hal yang membedakan antara KUD susu dengan koperasi peternakan sapi perah adalah pada keanggotaan dan jenis usaha yang dikembangkan.

KUD susu merupakan koperasi pedesaan yang bersifat multi purpose dan memiliki unit usaha persusuan, artinya selain anggota yang merupakan peternak sapi perah, koperasi juga memiliki anggota yang mengolah dan mendistribusikan susu yang dihasilkan. Hal ini berbeda dengan koperasi peternak sapi perah yang bersifat single purpose yang semua anggotanya adalah peternak sapi perah. Keluarnya Inpres No. 4 tahun 1984 yang hanya mengakui KUD sebagai satu-satunya jenis koperasi di tingkat pedesaan, maka seharusnya koperasi peternak sapi perah single purpose ini beralih rupa menjadi KUD. Namun dengan izin khusus dari Menteri Koperasi, maka koperasi peternak sapi perah dapat terus berjalan. Pada dasarnya semua koperasi susu di Indonesia adalah anggota GKSI, sebagaimana yang diarahkan sejak semula bahwa pengembangan agribisnis persusuan di Indonesia ditekankan melalui jalur koperasi. Saat krisis ekonomi melanda, usaha sapi perah juga terkena dampaknya. Hal ini terlihat pada adanya fluktuasi jumlah populasi ternak sapi dan tingkat produksi susu yang dihasilkan.

Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengadaan Input Susu di Indonesia

Kebijaksanaan pengadaan sarana produksi berupa penyediaan bibit sapi, pakan ternak, dan obat-obatan yang dikaitkan dengan sistem kredit yang layak dan mudah merupakan titik strategi dari pembangunan peternakan. Fungsi pengadaan sarana produksi sangat penting, karena pada umumnya peternak sapi perah rakyat kurang berpengetahuan tentang jenis ternak, pakan ternak, disinfektan, dan obat-obatan yang baik, dalam arti cocok dengan kondisi sehingga diharapkan usaha sapi perah rakyat dapat menghasilkan atau berproduksi dengan hasil yang tinggi dan tentunya efesien. Sedangkan sistem kredit diberikan karena peternak rakyat umumnya berekonomi lemah. Karena itu peran atau fungsi yang sangat penting ini tidak dipercayakan kepada badan usaha yang semata-mata mencari keuntungan (Erwidodo, 1993).

Pelayanan terhadap kebutuhan sarana produksi ternak yang meliputi bibit, peralatan dan terutama pakan konsentrat dilakukan oleh koperasi. Dalam pengadaan sapronak, koperasi bekerjasama dengan dinas terkait, GKSI, pihak perbankan, pemasok bahan baku dan pabrik makanan ternak. Dalam kebijakan pemasukan bibit ternak sapi perah, ada tiga SK Menteri Pertanian, yaitu :
·         SK Menteri Pertanian Nomor 750/Kpts/Um/10/82 tentang syarat-syarat pemasukan bibit ternak dari luar negeri.
·         SK Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/Um/10/82 tentang syarat-syarat teknik bibit sapi perah yang dimasukkan dari luar negeri.
·         SK Menteri Pertanian Nomor 753/Kpts/Um/10/82 tentang kesehatan bibit sapi perah yang akan dimaukkan dari Australia dan Selandia Baru.
Inti dari kebijakan ini adalah menitikberatkan persyaratan teknis agar impor bibit sapi perah tidak berdampak negatif, terutama penyakit ternak atau mutu genetis sapi perah yang rendah. Hal ini dimaksudkan agar bibit sapi perah yang masuk ke Indonesia terjamin kualitasnya dan mempunyai standar kualifikasi tertentu. Sedangkan para peternak tersebut dilatih terlebih dahulu, agar memahami sepenuhnya apa yang harus dikerjakan untuk menghasilkan sapi-sapi prima. Jika ada peternak berpotensi tetapi terhambat modal maka perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Kebijakan Pemerintah Terhadap Produksi Susu di Indonesia

Produksi susu di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan Impor susu dari negara lain terutama dari negara Australia. Pemerintah melakukan impor susu dalam bentuk bubuk untuk memenuhi permintaan susu dalam negeri. Susu tersebut diimpor dalam bentuk SMF (Skim Milk Powder) dan AMF (Anhydrous Milk Fat). Susu yang diimpor akan diolah kembali oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) dan oleh non Industri Pengolahan Susu.

Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia yang cukup signifkan itu tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam bentuk dukungan kebijakan yang bersifat lintas sektoral, perlindungan atau proteksi terhadap usaha peternakan rakyat dan penyediaan fasilitas kredit serta permodalan dalam meningkatkan skala usaha dan populasi sapi perah di tingkat keluarga peternak. Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Koperasi, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang selanjutnya dikukuhkan dengan INPRES Nomor 2 Tahun 1985 mengatur tentang pemasaran susu segar dari peternak ke IPS. Oleh karena itu, IPS wajib menerima susu segar dalam negeri (SSDN) dan bukti serap sebagai pengaman harga SSDN dan harga bahan baku impor.

Beberapa instrumen kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah selama ini adalah adanya (a) rasio impor bahan baku susu yang dikaitkan dengan keharusan serap susu segar domestik, atau yang lebih dikenal dengan rasio BUSEP (Bukti Serap), dan (b) penerapan tarif impor untuk bahan baku susu impor maupun produk susu (susu bubuk, keju dan mentega). Namun, Sejak ditandatanganinya kesepakatan antara Pemerintah RI dengan IMF pada bulan Januari 1998 tentang penghapusan tataniaga SSDN, maka sejak saat itu sistem rasio BUSEP juga telah dihapus. Dengan ketentuan tersebut sesungguhnya komoditas susu telah memasuki era pasar bebas, meskipun seharusnya baru akan dimulai pada tahun 2003. Hal ini berarti bahwa komoditas susu memasuki pasar bebas lebih awal dari kesepakatan waktu yang telah ditetapkan, sehingga harus memiliki daya saing kuat untuk mengantisipasi masuknya bahan baku susu impor. Oleh karenanya harga SSDN yang berlaku harus merupakan harga pasar yang kompetitif, terutama jika dipertimbangkan ancaman dari produsen susu kaliber dunia dari negara tetangga seperti Australia dan New Zealand.

Sejak bulan November tahun 2008, untuk mengatasi permasalahan kurangnya supply susu serta tingginya harga susu di tingkat konsumen, pemerintah melakukan program peningkatan daya saing industri susu di dalam negeri yaitu dengan memberikan insentif fiskal berupa penanggungan bea masuk oleh pemerintah atas impor barang dan bahan olah industri pengolahan susu (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.011/2008). Hal tersebut juga diperparah dengan dikeluarkannya kebijakan terbaru mengenai penghapusan tarif impor masuk dari lima persen menjadi nol persen berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 19/PMK.011/2009 pada bulan April dan efektif diberlakukan sejak 1 Juni 2009. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa IPS memiliki pilihan yang kuat dalam menentukan harga kontrak, mengingat harga susu impor (bubuk) jauh lebih murah hingga 15 persen dari susu lokal, serta memperburuk kondisi peternak sapi perah, karena mendapatkan harga yang lebih rendah dan posisi tawar yang lemah.

Sumber :


Peran dan Posisi Koperasi dalam Perdagangan Bebas


Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :

1. koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.

Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.

2. koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.

3. koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.

Posisi Koperasi dalam Perdagangan Bebas

Esensi perdagangan bebas yang sedang diciptakan oleh banyak negara yang ingin lebih maju ekonominya adalah menghilangkan sebanyak mungkin hambatan perdagangan internasional. Melihat arah tersebut maka untuk melihat dampaknya terhadap perkembangan koperasi di tanah air dengan cara mengelompokkan koperasi ke dalam ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan atas dasar:

Ø  koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi.
Ø  koperasi konsumen atau koperasi konsumsi.
Ø   koperasi kredit dan jasa keuangan.
Dengan cara ini akan lebih mudah mengenali keuntungan yang bakal timbul dari adanya perdagangan bebas para anggota koperasi dan anggota koperasinya sendiri.

Koperasi produsen terutama koperasi pertanian memang merupakan koperasi yang paling sangat terkena pengaruh perdagangan bebas dan berbagai liberalisasi. Koperasi pertanian di seluruh belahan dunia ini memang selama ini menikmati proteksi dan berbagai bentuk subsidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka produksi barang yang dihasilkan oleh anggota koperasi tidak lagi dapat menikmati perlindungan seperti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari negara lain yang lebih efisien.

Untuk koperasi-koperasi yang menangani komoditi sebagai pengganti impor atau ditutup dari persaingan impor jelas hal ini akan merupakan pukulan berat dan akan menurunkan perannya di dalam percaturan pasar kecuali ada rasionalisasi produksi. Sementara untuk koperasi yang menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak sawit, kopi, dan rempah serta produksi pertanian dan perikanan maupun peternakan lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas. Karena berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang untuk peningkatan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Dalam konteks ini koperasi yang menangani produksi pertanian, yang selama ini mendapat kemudahan dan perlindungan pemerintah melalui proteksi harga dan pasar akan menghadapi masa-masa sulit. Karena itu koperasi produksi harus merubah strategi kegiatannya. Bahkan mungkin harus mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. Untuk koperasi produksi di luar pertanian memang cukup sulit untuk dilihat arah pengaruh dari liberalisasi perdagangan terhadapnya. Karena segala sesuatunya akan sangat tergan­tung di posisi segmen mana kegiatan koperasi dibedakan dari para anggotanya. Industri kecil misalnya sebenarnya pada saat ini relatif berhadapan dengan pasar yang lebih terbuka. Artinya mereka terbiasa dengan persaingan dengan dunia luar untuk memenuhi pemintaan ekspor maupun berhadapan dengan barang pengganti yang diimpor. Namun cara-cara koperasi juga dapat dikerjakan oleh perusahaan bukan koperasi.

Secara umum koperasi di dunia akan menikmati manfaat besar dari adanya perdagangan bebas, karena pada dasarnya perdagangan bebas itu akan selalu membawa pada persaingan yang lebih baik dan membawa pada tingkat keseimbangan harga yang wajar serta efisien. Peniadaan hambatan perdagangan akan memperlancar arus perdagangan dan terbukanya pilihan barang dari seluruh pelosok penjuru dunia secara bebas. Dengan demikian konsumen akan menikmati kebebasan untuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal . Meluasnya konsumsi masyarakat dunia akan mendorong meluas dan meningkatnya usaha koperasi yang bergerak di bidang konsumsi. Selain itu dengan peniadaan hambatan perdagangan oleh pemerintah melalui peniadaan non torif barier dan penurunan tarif akan menyerahkan mekanisme seleksi sepenuhnya kepada masyarakat. Koperasi sebenarnya menjadi wahana masyarakat untuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian yang timbul akibat perdagangan bebas .

Kegiatan koperasi kredit, baik secara teoritis maupun empiris, terbukti mempunyai kemampuan untuk membangun segmentasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuangan yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masalah informasi. Bagi koperasi kredit keterbukaan perdagangan dan aliran modal yang keluar masuk akan merupakan kehadiran pesaing baru terhadap pasar keuangan, namun tetap tidak dapat menjangkau para anggota koperasi. Apabila koperasi kredit mempunyai jaringan yang luas dan menutup usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja, maka segmentasi ini akan sulit untuk ditembus pesaing baru. Bagi koperasi-koperasi kredit di negara berkembang, adanya globalisasi ekonomi dunia akan merupakan peluang untuk mengadakan kerjasama dengan koperasi kredit di negara maju dalam membangun sistem perkreditan melalui koperasi. Koperasi kredit atau simpan pinjam di masa mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu diikuti oleh dukungan lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.

Sumber :

Keadaan/Kondisi Koperasi Pertanian


Meskipun koperasi pertanian pernah menjadi model pengembangan pada tahun 1960an hingga awal tujuh puluhan, namun pada dasarnya koperasi pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Sejak dahulu sektor pertanian di Indonesia selalu didekati dengan pembagian atas dasar sub-sektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Cara pengenalan dan penggerakan koperasi pada saat itu mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah. Sehingga terlahir koperasi pertanian, koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas ketika itu adalah koperasi peternakan sapi perah dan koperasi tebu rakyat. Kedua-duanya mempunyai ciri yang sama yaitu menghadapi pembeli tunggal pabrik gula dan konsumen kota.

Pada sub sektor pertanian tanaman pangan yang pernah diberi nama “pertanian rakyat” praktis menjadi instrumen untuk menggerakkan pembangunan pertanian, terutama untuk mencapai swasembada beras. Hal serupa juga di ulang oleh pemerintah Orde Baru dengan mengaitkan dengan pembangunan desa dan tidak lagi terikat ketat dengan Departemen Pertanian seperti pada masa Orde Lama dan awal Orde Baru. Tugas koperasi pertanian ketika itu adalah menyalurkan sarana produksi pertanian terutama pupuk, membantu pemasaran yang kesemuanya berkaitan dengan program pembangunan sektor pertanian dan “pengerakannya” kepada koperasi selalu apabila gagal dilaksanakan sendiri atau langsung oleh pemerintah, contoh padi sentra, kredit BIMAS hingga distribusi pupuk.

KUD sebagai koperasi berbasis wilayah jumlahnya hanya 8620 unit dan pendiriannya memang tidak terlalu luas. Hingga menjelang dicabutnya Inpres 4/1984 KUD hanya mewakili 25% dari jumlah koperasi yang ada ketika itu, namun dalam hal bisnis mereka mewakili sekitar 43% dari seluruh volume bisnis koperasi di Indonesia. KUD meskipun bukan koperasi pertanian namun secara keseluruhan dibandingkan koperasi lainnya tetap lebih mendekati koperasi pertanian dan karakternya sebagai koperasi berbasis pertanian juga sangat menonjol. Diantara koperasi yang ada di Indonesia yang jumlahnya pada saat ini lebih dari 103 ribu unit, KUD termasuk yang mempunyai jumlah KUD aktif tertinggi yaitu 92% atau sebanyak 7931 unit KUD pada saat ini tidak berbeda dengan koperasi lainnya dan tidak memperoleh privilege khusus, tidak terikat dengan wajib ikut program sektoral, sehingga pada dasarnya sudah menjadi koperasi otonomi yang memiliki rata-rata anggota terbesar. 

Koperasi pertanian yang digerakan melalui pengembangan kelompok tani setelah keluarnya Inpres 18/1998 mempunyai jumlah yang besar, namun praktis belum memiliki basis bisnis yang kuat dan mungkin sebagian sudah mulai tidak aktif lagi. Usaha mengembangkan koperasi baru di kalangan tani dan nelayan selalu berakhir kurang menggembirakan. Mereka yang berhasil jumlah terbatas dan belum dapat dikategorikan sebagai koperasi pertanian sebagai mana lazimnya koperasi pertanian di dunia atau bahkan oleh KUD-khusus pertanian yang ada.

Keadaan Pertanian : Sekarang dan Masa depan

Posisi sektor pertanian sampai saat ini tetap merupakan penyedia lapangan kerja terbesar dengan sumbangan terhadap pembentukan produksi nasional yang kurang dari 19%. Jika dimasukkan keseluruhan kegiatan off form yang terkait dan sering dinyatakan sebagai sektor agribisnis juga hanya mencakup 47%, sehingga dominasi pembentukan nilai tambah juga sudah berkurang dibandingkan dengan sektor-sektor di luar pertanian. Isue peran pertanian sebagai penyedia pangan, bentuk ketahanan pangan juga menurun derajat kepentingan nya.

Ditinjau dari unit usaha pertanian terdapat 23,76 juta unit atau 59% dari keseluruhan unit usaha yang ada. Disektor pertanian hanya terdapat 23,76 juta usaha kecil dengan omset dibawah 1 miliar/tahun dimana sebagian terbesar dari usaha tersebut adalah usaha mikro dengan omset dibawah Rp. 50 juta/thn. Secara kasar dapat diperhitungkan bahwa hanya sekitar 670 ribu unit usaha kecil di sektor pertanian yang bukan usaha mikro, oleh karena itu daya dukungnya sangat lemah dalam memberikan kesejahteraan bagi para pekerja. Sementara itu penguasaan tanah berdasarkan sensus pertanian 1993 sekitar 43% tanah pertanian berada di tangan 13% rumah tangga dengan pemilikan diatas 1 hektar saja. Sehingga petani besar sebenarnya potensial dilihat sebagai modal untuk menjadi lokomotif pembangunan pertanian.

Problematika sektor pertanian di Indonesia yang akan mempengaruhi corak pengembangan koperasi pertanian dimasa depan adalah issue kesejahteraan petani, peningkatan produksi dalam suasana desentralisasi dan perdagangan bebas. Bukti empiris di dunia Mengungkapkan bahwa pertanian keluarga tidak mampu menopang kesejahteraan yang layak setara dengan sektor lainnya dalam suasana perdagangan bebas. Tema ini menjadi penting untuk melihat arah kebijakan pertanian dalam jangka menengah dan panjang, terutama penetapan pilihan sulit yang melilit sektor pertanian akibat berbagai Rasionalisasi. Kelangsungan hidup koperasi pertanian dimasa lalu sangat terkait politik reservasi tersebut, dan ke depan hal ini juga akan sangat menentukan.

Untuk melihat posisi koperasi secara kritis perlu didasarkan pada posisi sektor pertanian yang semakin terbuka dan bebas. Dengan dasar bahwa proses liberalisasi perdagangan yang berdampak pada sektor pertanian dalam bentuk dihapuskan kebijakan perencanaan pertanian yang kaku dan terfokus. Sehingga pengekangan program pembangunan pertanian tidak mungkin lagi dijalankan secara bebas, tetapi hanya dapat dilakukan secara lokal dan harus sesuai dengan potensi lokal. Olah karena itu prinsip pengembangan pertanian akan lebih bersifat insentif driven ketimbang program driven seperti dimasa lalu. Dengan demikian corak koperasi pertanian akan terbuka tetapi untuk menjamin kelangsungan hidupnya akan terbatas pada sektor selektif yang memenuhi persyaratan tumbuhnya koperasi.

Perkiraan Koperasi Pertanian di Masa yang akan datang

Perkembangan koperasi pertanian ke depan digambarkan sebagai Restrukturisasi koperasi yang ada dengan fokus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil. Oleh karena itu konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi kredit pedesaan, yang menekankan pada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam sebagai ciri umum. Pada saat ini saja hampir di semua KUD, unit simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup Koperasi. Sementara kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif. Hal ini terkait dengan struktur pertanian dan pasar produk pertanian yang semakin kompetitif, termasuk jasa pendukung pertanian (jasa penggilingan dan pelayanan lainnya) yang membatasi insentif berkoperasi.

Koperasi perkebunan tetap mempunyai prospek yang bagus terutama yang terkait dengan industri pengolahan. Namun dalam situasi kesulitan menarik investasi karena kurangnya insentif, kebangkitan ini akan tertunda. Potensi besar sektor perkebunan untuk memanfaatkan kelembagaan koperasi dapat direalisasi dengan dukungan restrukturisasi status aset anggota dalam koperasi atau pengenalan konsep "saham" sebagai equity dibanding "simpanan" yang tidak transferable.

Sumber :


Perkembangan Koperasi Sekolah


Koperasi Sekolah adalah koperasi yang anggotanya para seluruh siswa dari suatu sekolah, yang fungsinya sebagai wadah untuk belajar dan menumbuhkan tumbuhnya kesadaran berkoperasi di kalangan siswa sebagai anggota dan pengurus. Koperasi sekolah mempunyai nilai dan potensi strategis untuk meminimalisir masalah pengangguran karena skill yang tidak memadai dalam kewirausahaan atau entrepreneur.

Karena pengembangan kewirausahaan (entrepreneur) tidak dapat dilakukan secara instant. Sikap mental kewirausahaan (entrepreneur) membutuhkan real touch, untuk mengasah potensi segala internal yang ada pada diri masing-masing orang agar menjadi terlatih. Pengembangan kewirausahaan (entrepreneur) juga sesuai dengan dengan tujuan pendirian koperasi. Pada saat koperasi sekolah benar - benar dirasakan siswa sebagai wadah yang dapat menggembleng diri mereka dalam menghadapi masa depan maka minat entrepreneur juga dapat muncul pada saat siswa dilatih dalam wadah koperasi sekolah.

Fungsi Koperasi Sekolah

Pada dasarnya koperasi sekolah disahkan pemerintah dengan SK nomor 275/SKPTS/Mentranskop dan Nomor 0102/U/1983. Fungsinya adalah menunjang program pembangunan pemerintah di sektor perkoperasian melalui program pendidikan sekolah. Menumbuhkan kesadaran berkoperasi dikalangan siswa. Namun, fungsi ini tampaknya harus dievaluasi kembali. Karena pada dasarnya koperasi sekolah menyimpan potensi yang lebih dari itu. Yakni : 1) koperasi sekolah sebagai wahana pembelajaran sehingga memiliki alternatif bagi kepentingan di masa depan, (2) potensi peningkatan kualitas SDM karena koperasi sekolah sebagai sarana pembelajaran berkoperasi dan mengasah potensi kewirausahaan sehingga tersedianya wahana proses pembelajaran memiliki alternatif menjadi mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (3) potensi sebagai wahana pembelajaran karena para siswa mengenal dan mempraktekkan sendiri aktivitas – aktivitas pengelolaan transaksi atau berusaha seperti mencatat, membukukan, melayani pelanggan, menerima barang, mengelola barang serta berbagai aktivitas lainnya.

Masalah pengangguran yang akarnya adalah kurangnya mental kewirausahaan dikalangan anak muda bisa dibangun melalui koperasi sekolah. Penyiapan sejak dini mental dan jiwa kemandirian sejak di bangku sekolah dasar memberikan pilihan dan keberanian pada anak muda untuk tidak hanya bergantung menjadi pekerja saja.

Selain itu jiwa ketangguhan, iklim yang kondusif dan juga kreativitas dapat dibangun dalam koperasi sekolah. Siswa yang sudah terbiasa mengelola koperasi sekolah secara otomatis sudah mengalami bagaimana jiwa usaha yang sehat dan kondusif harus dibangun. Hal ini penting dalam kerangka usaha agar mencapai tujuan usaha yang diinginkan.

Kreativitas pun tentunya terus diasah karena usaha tanpa kreativitas tentunya adalah hal yang sia-sia. Dalam dunia yang semakin maju ini tentunya SDM-SDM yang tidak mempunyai kreativitas tidak akan mampu bersaing. Karena sudah bosan tampaknya kita melihat ratusan bahkan ribuan pelamar kerja setiap ada bursa tenaga kerja. Padahal terkadang posisi yang ditawarkan pun hanya posisi rendah tak banyak memerlukan keahlian lebih.

Ketika membicarakan keuntungan dari koperasi sekolah, mungkin akan berbeda ketika membicarakan keuntungannya dengan koperasi biasa. Koperasi sekolah tujuannya bukanlah keuntungan secara finansial dan kesejahteraan anggota. Namun, keuntungan lain lebih bisa diperoleh siswa. Dengan adanya koperasi sekolah ini, para siswa akan terbiasa dengan iklim bisnis, akan terbiasa dengan transaksi, pelayanan jasa dan barang, bagaimana menejemen suatu usaha, serta kekreatifan dalam membangun usaha agar tetap maju.

Dengan tujuan-tujuan mulia dari koperasi sekolah ini, tentunya harus membuat koperasi sekolah yang sehat dan mandiri. agar para anggotanya yaitu para siswa sekolah tersebut bisa memperoleh manfaat dari koperasi sekolah.

Hal ini penting karena kondisi koperasi sekolah yang ada di Indonesia belum banyak ada. Dari data yang ada, sekolah yang punya koperasi sekolah rata-rata adalah sekolah menengah kejuruan. Ini pun pengelolaannya belum cukup efektif dan kreatif. Padahal pembangunan koperasi sekolah untuk memupuk semangat kewirausahaan harus dibangun sejak anak menginjak usia sekolah dasar.
Kurikulum di sekolah yang padat dan dipenuhi oleh teori kadang tak mampu menciptakan kemandirian, ketangguhan, iklim yang kondusif, dan kreativitas pada anak. Oleh karena itu terobosan untuk mengadakan koperasi sekolah yang sehat di setiap sekolah dari mulai sekolah dasar hingga tingkat lanjut perlu dilakukan. Sekarang tinggal bagaimana caranya membangun koperasi itu agar menjadi sehat dan kreatif.

Pengelolaan Koperasi Sekolah yang Sehat

Koperasi sekolah yang efektif sebenarnya bisa dimulai dari pendidikan dasar (SD). Setiap sekolah harus membangun koperasi sekolahnya. Pembangunan ini jangan “asal ada” saja, tetapi harus mencari terobosan program yang dapat meningkatkan semangat kompetisi, kreatif, ketangguhan dan kemandirian pada siswa.

Jika melihat program yang ada di negara tetangga Malaysia, koperasi ditempatkan sebagai sumber ketiga untuk menghasilkan pendapatan bagi negaranya. Karena itu mereka membentuk gerakan koperasi yang sistematis dalam program yang disebut Dasar Koperasi Negara (DKN) dari tahun 2006-2010. Dalam program ini ada langkah strategis yang dirancang, utamanya yaitu pengenalan, pengkajian, dan menerapkan kurikulum koperasi di sekolah, dari mulai falsafahnya, bahan bacaan dan penerapannya langsung.

Indonesia pun bisa mengembangkan koperasi sekolah tentunya tidak harus mencontoh mentah-mentah program Malaysia, tapi setidaknya dijadikan patokan bahwa koperasi sekolah pun bisa menjadi tempat pelatihan dan pemahaman mengenai demokrasi ekonomi, seperti yang disebutkan Bung Hatta. Tentunya harus dengan strategi-strategi dan program yang kreatif.

Program itu bisa dimulai dengan mewajibkan seluruh sekolah dari mulai SD hingga SMA/K mempunyai koperasi sekolah. Para siswa yang menjadi pengurus dan anggotanya haruslah mendapatkan pelatihan dan pengetahuan yang cukup mengenai falsafah, menejerial, sampai ilmu tentang ekonomi kreatif.

Setelah itu pengurus dan anggota koperasi bisa diberikan latihan atau semodel kompetisi dan kesempatan kepada para pengurus koperasi untuk melihat peluang usaha lain di luar usaha rutin yang dilaksanakan oleh koperasi. Bisa dengan membidik usaha indutri kreatif. Jadi dengan mengkolaborasikan sistem menejerial seperti koperasi tapi usaha yang dirintis adalah semacam industri kreatif.

Cara untuk mengembangkan model ini adalah dengan memberikan kesempatan kepada para siswa pengurus koperasi untuk mengembangkan ide-ide dalam membangun. Pemerintah setempat harus juga mendukung program tersebut. Misalnya, mengadakan kompetisi untuk setiap perwakilan koperasi siswa. Kegiatan itu untuk mencari ide yang paling kreatif dan menjual dalam membuat produk yang bisa dihasilkan oleh koperasi sekolah. Ide ini tentunya disesuaikan dengan jenjang pendidikan siswa. Kemudian pemerintah mewujudkan ide itu dalam bentuk modal usaha.

Cara seperti itu akan menumbuhkan rasa kompetisi, ketangguhan, kejujuran, keberanian, serta kekreativan di kalangan pelajar Indonesia. Jiwa ketangguhan dan keberanian akan terbangun lewat kompetisi yang diselenggarakan. Kreativitas, tentu lahir dari ide-ide yang terus mereka gali untuk mencari usaha yang tepat untuk koperasi sekolah. Kejujuran akan terlihat ketika mereka mengelola modal usaha yang diberikan pemerintah.

Hal ini penting sebagai modal dalam membangun semangat kewirausahaan pada remaja. Tentunya koperasi sekolah ini pun harus tetap ditunjang dengan teori-teori ekonomi yang harus tetap dipelajari siswa di bangku sekolah. Jadi terobosan yang bisa dibuat adalah menyeimbangkan teori ilmu sosial yang mereka dapat di bangku sekolah dengan praktik berupa koperasi sekolah.

Kesimpulannya :

keadaan koperasi sekolah saat ini adalah baik, dilihat dari tingkat partisipasi anggota di dalam koperasi sekolah yang tergolong aktif dan cukup aktif, partisipasi anggota di bidang organisasi koperasi sekolah adalah cukup aktif, partisipasi anggota di bidang modal adalah aktif, partisipasi anggota di bidang usaha adalah aktif. minat entrepreneur siswa yang menjadi anggota koperasi sekolah tergolong berminat karena memiliki dua aspek pembentuk minat entrepreneur yang tinggi yaitu aspek afektif dan kognitif yang diperoleh di koperasi sekolah maupun di luar koperasi sekolah. Terdapat pengaruh yang signifikan baik secara parsial maupun simultan antara partisipasi anggota di koperasi sekolah terhadap minat entrepreneur karena kegiatan perkoperasian yang dilaksanakan oleh anggota di koperasi sekolah yang menjadi anggota koperasi sekolah melalui partisipasi organisasi, di bidang usaha dan di bidang modal berpengaruh terhadap minat entrepreneur siswa yang menjadi anggota koperasi sekolah.

Sumber :


Jumat, 11 November 2011

" Koperasi Serba Usaha dalam bentuk Simpan Pinjam"

Pengertian Koperasi Simpan Pinjam 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani atau mewajibkan anggotanya untuk menabung, di samping dapat memberikan pinjaman kepada anggotanya.
 Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para anggota koperasi dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan komsumtif maupun modal kerja. Kepada setiap peminjam, koperasi simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian prosen dari uang pinjaman.
Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam  yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi diperhitungkan menurut keseringan anggota yang meminjam uang dari Koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari SHU, dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota adalah sama.



Sejarah Credit Union (Simpan pinjam)
Sejarah koperasi kredit dan simpan pinjam dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat.
Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi Industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran.
Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin.
Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum miskin.
Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya.
Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.”
Untuk mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi simpan pinjam bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya.
Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.


Sumber Permodalan Simpan Pinjam

Sumber permodalan koperasi berasal dari modal sendiri dan modal luar." Untuk mengembangkan permodalan koperasi dapat menghimpun dana dari modal penyertaan. Modal sendiri berasal dari anggota meliputi simpanan pokok, wajib dan simpanan sukarela. Modal penyertaan bersumber (1) Koperasi dan anggota lainnya, (2) Bank dan lembaga keuangan, (3) penerbitan obligasi dan (4) Sural hutang .

Modal Sendiri
Modal sendiri bersumber dari simpanan Simpanan Pokok, Simpanan Wajib dan Simpanan Sukarela. Simpanan dalam koperasi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota jika ia masuk menjadi anggota koperasi.
a) Simpanan pokok yaitu semjumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu masuk, besarnya sama untuk semua anggota, tidak dapat diambil selama anggota, menanggung kerugian.
b) Simpanan wajib yaitu simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu tertentu, ikut menanggung kerugian.
c) Simpanan sukarela : berdasarkan perjanijian atau peraturan khusus.
Simpanan merupakan modal awal bagi koperasi. Simpanan pokok dibayar satu kali pada saat mendaftar menjadi anggota koperasi, simpanan wajib dibayar setiap bulan, mengenai jumlah tergantung kesepakatan antara anggota dengan pengurus pada saat rapat anggota tahunan dimulai (RAT) dan simpanan sukarela dibayar sesuai dengan keinginan dan kesadaran masing-masing anggota. Simpanan pokok akan tetap tercatat dan ada dalam koperasi. Simpanan ini tidak dapat diambil kecuali keluar dari keanggotaan. Simpanan pokok akan menjadi besar, karena bertambahnya jumlah anggota koperasi sedangkan simpanan wajib dan simpanan sukarela sangat tergantung kepada kesadaran anggota. Menurut beberapa penelitian, pertumbuhan simpanan pada KSP dan USP relatif kecil setiap tahun jika dibanding dengan pertumbuhan simpanan pada Kredit Koperasi baik Kopdit ditingkat primer maupun tingkat sekunder. Mengapa demikian fakta dilapangan menunjukkan bahwa partisipasi anggota Kopdit lebih tinggi dibanding dengan partisipasi anggota KSP dan USP. Karena pada Kopdit keanggotaan tersebut mempunyai common bond yang kuat atau rasa kebersamaan yang tinggi untuk mengembangkan diri secara mandiri. Dalam Koperasi Simpan Pinjam, karena keanggotaannya sangat heterogen sulit untuk memiliki rasa kebersamaan. Oleh sebab itu mendidik anggota agar memiliki solidaritas, kesetiakawanan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi itu perlu dibangun, sebab kesatuan dan persatuan dalam koperasi berakumulasi pada pengembangan modal dan usaha.

Faktor lain penyebab lambatnya perkembangan modal yang berasal dari anggota (modal sendiri) adalah :
1) Kondisi sebagianbesar anggota koperasi yang relatif sederhana.mereka hampir tidak memiliki surplus pendapatan untuk ditabung,
2) Kurangnya budaya menabung pada sebagian besar anggota, mereka lebih suka meminjam dari pada menyimpan dan
3) Sebagian besar anggota koperasi lebih memilih menyimpan dananya di tempat lain karena jelas pengembalian yang akan diterimanya.
Dalam koperasi Kredit tantangan ini dapat dfatasi dengan beberapa cara :
1) Mengikat anggota dalam suatu ikatan pemersatu. Artinya, anggota diikat, dipersatukan oleh adanya kepentingan dan kebutuhan yang dirasakan bersama didalam satu lingkungan :kerja (ocupational common bond), tinggal (teritorial common bond) dan lingkungan perkumpulan (asociational common bond).
2) Membimbing dan mengembangkan sikap menghemat diantara para anggotanya hingga efisien dan efektif dan usaha tercapai. Menghemat itu penting karena dengan menghemat orang bisa menabung dengan cara mendidik anggota tentang perencanaan keuangan yang baik, cara menyimpan uang secara praktis agar berhasil bagi anggota.
Modal Luar

Sesuai dengan peraturan pemerintah No 9 Tahun1995, Modal luar koperasi simpan pinjam bersumber dari: (1) Anggota, (2) Koperasi lain dan anggotanya, (3) Bank dan lembaga keuangan lain, (4) penerbitan obligasi dan surat hutang dan (5) Sumber lain yang sah.
Praktek dilapangan menunjukkan bahwa untuk pengembangan modal, koperasi simpan pinjam dan koperasi kredit memperoleh pinjaman dari bank dan pinjaman dari pihak-pihak tertentu. Saat ini untuk membantu perkuatan permodalan KSP maupun USP KOP didaerah sentra produksi, Pemerintah menyediakan dana padanan (MAP). Sumber lain yang memungkinkan untuk pengembangan modal Koperasi diusulkan agar kredit-kredit program yang disediakan pemerintah seperti program KUT, KKP dan kredit program lainnya hendaknya dapat disalurkan melalui KSP dan USP-KUD, khususnya SP-Kopta. Jika dana ini diperkenankan disalurkan melalui SP-Kopta tentunya perlu dipersiapkan perangkat organisasi SP-Kopta, seperti SDM dan fasilitas pendukung.

Bentuk-bentuk Organisasi Simpan Pinjam

Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam.

BENTUK KOPERASI  

(SESUAI PP No. 60 Tahun 1959)
Terdapat 4 bentuk Koperasi , yaitu:
a. Koperasi Primer
b. Koperasi Pusat
c. Koperasi Gabungan
d. Koperasi Induk

Dalam hal ini, bentuk Koperasi masih dikaitkan dengan pembagian wilayah administrasi.
§  Koperasi Primer     : merupakan Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dariOrang-orang
§  Koperasi Sekunder : merupakan Koperasi yang anggota-anggotanya adalah organisasi koperasi.

Organisasi dan Manajemen Simpan Pinjam


Organisasi simpan pinjam terdiri dari pengurus, manajer, karyawan dan anggota, dalam organisasi tugas dan tanggung jawab harus jelas. Kunci keberhasilan usaha simpan pinjam adalah adanya saling percaya antara pengurus, manajer, karyawan dan anggota. Kepercayaan ini harus tetap dipelihara dan dijaga untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dan akan dilaksanakan pengurus. Tugas lain yang perlu mendapat perhatian dan tambahan dari tugas sebelumnya, mencakup (1) Membangun kebersamaan dan persatuan antara pengurus, manajer dan anggota untuk mencapai tujuan simpan pinjam, (2) Membina dan memelihara solidaritas dan setiakawan didalam organisasi dan anggota, (3) Membangun sistem pendidikan dari mulai menyimpan, mengembangkan dan pengawasan, (4) Memberikan pelayanan yang tepat waktu, tepat sasaran dengan dukungan administrasi yang.baik dan (5) Pemberian bunga pinjaman sesuai dengan kemampuan koperasi

Sistem Informasi Koperasi Simpan Pinjam

Merupakan program untuk mencatat transaksi pinjaman, angsuran, simpanan, dan accounting pada koperasi simpan pinjam.
Feature yang terdapat pada program Sistem Informasi Koperasi Simpan Pinjam adalah sebagai berikut:
  • Mencatat data (master) pos, wilayah, petugas, anggota, jenis simpanan, jenis pinjaman.
  • Mencatat transaksi simpanan.
  • Mencatat transaksi pinjaman.
  • Mencatat transaksi angsuran.
  • Mencatat transaksi jurnal (GL).
  • Cek saldo simpanan per anggota dan semua anggota.
  • Cek saldo pinjaman per anggota dan semua anggota.
  • Mencetak bukti transaksi seperti simpanan, pinjaman, dan angsuran.
  • Pengaturan hak akses.
  • Pembagian SHU.
  • Laporan accounting: neraca percobaan, buku besar, neraca dan laba rugi.
  • dan lain-lain
Sumber :
http://destyapurwaningtyas.blogspot.com/2010/10/koperasi-simpan-pinjam-2-sumber-modal_5734.html
http://www.lutfian.com/sistem-informasi-koperasi-simpan-pinjam.htm