Etika terbentuk dari aturan
pertimbangan yang tinggi. Yaitu benar vs tidak benar dan pantas vs tidak
pantas. Prilaku dan tindakan aparat birokrasi dalam melaksanakan fungsi dan
kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk itu
perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang etika biasanya tidak
tertulis dan sanksinya berupa sanksi sosial yang situasional dan kondisional
tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut. Maka dituntut adanya
payung hukum.
Peraturan kepegawaian sebagai bagian
dari penerapan etika birokrasi. Peraturan ini tertuang dalam Kode Etik Pegawai
Negeri. Akan tetapi kode etik ini belum kentara hasil dan fungsinya. Namun,
dengan kode etik ini mengupayakan aparat birokrasi yang lebih jujur,
bertanggung jawab, disiplin, rajin, memiliki moral yang baik, tidak melakukan
perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu, perlu
usaha dan latihan serta penegakan sanksi yang tegas dan jelas kepada mereka
yang melanggar kode etik atau aturan yang ditetapkan.
Ada beberapa hal yang perlu dihindari oleh birokrasi,
antara lain :
- Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabatan kedinasan,
- Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia melakukan transaksi untuk kepentingan dinas,
- Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat ia berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah,
- Membocorkan informasi komersial/ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak,
- Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung izin pemerintah.
Selain itu, ada beberapa upaya untuk membenahi
praktek-praktek birokrasi yang kurang menyenangkan, antara lain:
- Pembenahan suatu institusi yang telah berpraktek dalam jangka waktu lama tidaklah gampang. Waktu yang cukup lama mutlak diperlukan. Yang cukup penting dimiliki adalah perilaku adaptif dari birokrasi terhadap perkembangan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga mampu membaca tuntutan dan harapan yang dibebankan ke pundaknya. Suatu komuniti yang semakin kompleks dan rumit memerlukan bentuk-bentuk praktek birokrasi yang luwes dan praktis. Pemotongan jalur-jalur hirarkis, merupakan salah satu keinginan dari konsumen birokrasi.
- Selaras dengan pemikiran Weber yang menempatkan birokrasi dan birokrasi dapat bergandengan tangan. Menuntut birokrasi sebagai institusi yang terbuka dan mampu untuk dipahami sesuai fungsinya. Kebijaksanaan dan suasana demokratisasi sangat diperlukan, yakni memberi hak yang lebih luas bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.
- Selaras dengan akumulasi keinginan pemotongan jalur-jalur hirarkis. Kebijaksanaan-kebijaksanaan menyangkut desentralisasi juga diperlukan.
- Faktor mental personal dari aparatur birokrasi dan perilaku dari birokrat itu sendiri. Dituntut adanya keberanian moral untuk menyingkirkan pandangan bahwa birokrasi adalah bureaucratic polity, serta menempatkan prinsip-prinsip de-etatisme dan de-kontrolisasi pada proposisinya.
Birokrasi hendaklah merupakan rangkaian kegiatan
sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi
didistribusikan melalui cara-cara yang telah ditentukan dan dianggap sebagai
tugas resmi. Diorganisasikan dalam suatu kantor yang mengikuti prinsip
hirarkis. Pelaksanaan tugasnya diatur oleh suatu sistem peraturan
perundang-undangan yang abstrak dan mencakup juga penerapan aturan-aturan di
dalam kasus-kasus tertentu. Dilaksanakan oleh pejabat yang ideal melaksanakan
tugas-tugasnya dengan semangat formal dan bersifat pribadi, tanpa perasaan
dendam atau nafsu. Pekerjaan birokratis didasarkan pada klasifikasi teknis dan
dilindungi dari kemungkinan pemecatan sepihak. Berdasarkan pengalaman universal
bahwa tipe organisasi administratif yang murni dilihat semata-mata dari sudut
teknis, mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.
Birokrasi sebagai bagian law enforcement perlu direformasi dengan
dimensi keadilan. Hal yang diperlukan adalah: menuntaskan “national building“,
memaksimalkan fungsi lembaga-lembaga, membangun aturan hukum secara
komprehensif serta membangun moralitas aparat penegak hukum.
Maraknya
kasus pelanggaran hukum yang terjadi di Indonesia memang sudah menjadi hal yang
biasa, seperti kasus korupsi yang tidak habisnya melanda Indonesia. Salah satu
contohnya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh PNS di Jember mereka diberhentikan
karena terlibat kasus korupsi. Pelanggaran hukum yang terjadi di
lingkungan pemerintah bisa jadi dimulai dari lemahnya etika para petinggi
negara yang kurang mengintegrasikan nilai-nilai agama. Contoh etika yang masih
kurang dalam pemerintahan adalah tidak datang saat rapat atau datang terlambat
saat kerja. Contoh lainnya adalah korupsi waktu yang dilakukan PNS yaitu tidak
hadir saat jam kerja melainkan menggunakan waktunya untuk shopping. walaupun
ini tidak dilakukan oleh semua PNS namun hal ini juga dapat mencoreng nama PNS
itu sendiri.
Disini
diperlukan adanya pengawasan dari masyarakat untuk dapat mengawasi kinerja
pemerintah. Untuk mewujudkan Indonesia agar bersih dari KKN. Seperti yang
tercantum dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 7/1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden No.5/2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, serta Peraturan Pemerintah No.8/2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Sumber
: